Powered by Blogger.

STARBIO PLUS

Serbuk bioteknologi modern
untuk mengatasi limbah organik rumah tangga

Aman bagi pipa dan kulit praktis -tanpa harus kuras/sedot Cukup Dituangkan Ke Dalam Closet/Septic-Tank

HEMAT BIAYA,WAKTU,
dan TENAGA

PENTING

sebelum menggunakan Starbio Plus

SEPTIC-TANK YANG BENAR

-MEMPUNYAI RESAPAN
Lantai Resapan terdiri dari pasir batu karang,injuk dan tanah,tidak boleh di semen/di beton.
kesalahan dalam membuat resapan mengakibatkan Septic-tank sering penuh dengan air.

-MEMPUNYAI PIPA UDARA
pipa udara yang menjulang ke udara terbuka,fungsinya untuk mengeluarkan gas gas yang timbul akibat adanya proses dekomposisi/pembusukan tinja oleh mikroba didalam septic-tank.
apabila pipa ini tidak ada /tersumbat,gas akan keluar melalui closet,menebarkan bau busuk.

PERHATIKAN HAL-HAL DIATAS SEBELUM MENGGUNAKAN STARBIO PLUS,AGAR HASIL EFEKTIF DAN MEMUASKAN


PENYAKIT HIRSCHPRUNG DAN IRRITABLE BOWEL SYNDROME ( IBS )



PATOFISIOLOGI HISPRUNG DAN IBS (Irritable Bowel Syndrome)

Definisi

A.1. Hirschprung Disease
Penyakit Hirschprung, atau megakolon congenital, adalah penyakit obstruksi usus fungsional akibat aganglionisis meisner dan aurbach dalam lapisan dinding usus, sehingga usus tetap dalam keadaan konstraksi atau tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau bagian regtosimoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltis serta tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rectum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut, menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu. Penyakit hirscprung diduga terjadi karena factor-faktor genetik dan factor lingkungan, namun etiologi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit Hirscprung dapat muncul pada sembarang usia, walaupun sering terjadi pada neonatus.


A.2. Irritable Bowel Syndrome
Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah kelainan kompleks dari saluran pencernaan bagian bawah, adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan organik. IBS merupakan gangguan fungsional BAB. IBS utamanya dikarakteristikkan dengan gejala-gejala yang bercorak dan diperburuk dengan stres emosional. IBS merupakan salah satu penyakit gastrointestinal fungsional atau gangguan fungsional pergerakan usus. Pada beberapa keadaan IBS dibagi dalam beberapa subgrup sesuai dengan keluhan dominan yang ada pada diri seseorang. Subgrup IBS yang sering digunakan membagi IBS menjadi 4 bagian yaitu :
IBS predominan nyeri perut
IBS predominan diare
IBS predominan konstipasi
IBS predominan alternating pattern
Gambar 1.1 : Saluran pencernaan manusia
sumber: www.id.wikipedia.org/wiki/hirschprung
Syndrome ini ditandai dengan fungsi kolon, motilitas usus yang abnormal/ meninggi menyebabkan nyeri dan diare, peninggian absorpsi air menyebabkan peninggian jumlah mukus. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita. Pada kelainan ini, saluran pencernaan sangat peka terhadap berbagai rangsanagan. Stress, makanan, obat-obatan, hormon atau rangsangan lainnya bisa menyebabkan kontraksi saluran pencernaan menjadi abnormal. Kontraksi saluran pencernaan menjadi lebih kuat dan lebih sering, sehingga makanan dan tinja hanya sesaat singgah di usus kecil sehingga seringkali menyebabkan diare. IBS merupakan salah satu penyakit yang tidak mudah didiagnosa. Oleh karenanya, diagnosa penyakit ini seringkali didasarkan pada kriteria esklusi, yaitu diagnosa diagnosa ditegakkan setelah menyingkirkan semua kemungkinan adanya penyakit organik.


Etiologi

B1. Hirschprung Disease
Persyarafan tidak sempurna pada bagian usus ganglion
Peristaltic abnormal


B 2. Irritable Bowel Syndrome
Gangguan motilitas
Intoleransi makanan
Abnormalitas dari interaksi aksis
Hipersensivitas visceral
Pasca infeksi usus. Biasanya disebabkan oleh virus giardia atau amoeba. Biasanya gejala berupa perut kembung,nyeri abdomen, dan diare.


C.Patofisiologi

C 1. Hirschprung Disease
Problem utama dari penyakit ini adalah inervasi dari usus yang mengalami gangguan terutama pada segmen anal termasuk mulai dari lokasi spinghter sampai internus ke arah proksimal. Inervasi kolon berasal dari dua saraf yaitu saraf intrinsik dan saraf ekstrinsik, saraf ekstrinsik simpatis berasal dari medula spinalis, sedangkan yang parasimpatis untuk kolon sebelah kanan berasal dari nervus vagus, sedangkan yang sebelah kiri berasal dari S2, S3, S4. Persarafan dari segmen anal dan sfingter internus berasal dari saraf simpatis L5 dan saraf parasimpatis S1, S2, S3. Persarafan simpatis akan menghambat kontraksi dari usus sedangkan persarafan para simpatis akan mengaktifkan aktifitas peristaltik dari kolon. Saraf intrinsik berasal dari saraf parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner dan ganglion mienterikus aurbach, yang terletak diantara otot yang sirkuler dan longitudinal.
Pengaruh dari saraf intrinsik lebih dominan dibandingkan saraf yang ekstrinsik. Pengaruh ini terutama untuk kontraksi dan relaksasi dari usus yang teratur.Pada penyakit hircsprung tidak terdapat ganglion pleksus submukosa meisner dan mienterikus, selain itu juga terjadi hipertrofi jaringan saraf diantara otot yang longitudinal dan yang sirkuler yang menghambat peristaltik kolon. Pada reseksi usus ternyata bahwa 8% segmen aganglionik itu terdapat padarektum, 15% terdapat pada rektosigmoid, dan 50% terdapat pada kolon sigmoid. Data-data lain menunjukkan bahwa 30% terdapat pada rectum, dan rectosigmoid. 44% pada kolon sigmoid, 11% pada kolon descendens, 4% pada pleksus lienalis, 2% pada kolon transversum, 1% pada kolon-kolon ascendens dan 8% meliputi seluruh kolon. Pada masa embrional, persyarafan usus mulai dari neuroblas daerah kranioservikal yang bermigrasi ke daerah kaudal sampai anus. Penyakit hirscsprung migrasi neuroblas, berhenti sebelum mencapai sfingter internus. Pada minggu ke-8 intrauterine harusnya neural crest bermigrasi dari lapisan mesoderm menuju dinding usus. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh abnormalitas reseptor pada dinding usus atau kurangnya sintesis nitrit oxide pada tempat tersebut, serta meningkatnya asetilkolinesterase. Akibatnya adalah aganglionik sel pada lapisan mukosa (meisner) dan otot usus (aurbach). Segmen yang aganglionik tidak dapat berelaksasi, tetap pada posisi kontriksi, sehingga motilitas usus tidak dapat berjalan dan fungsi usus terganggu.

C2. Irritable Bowel Syndrome
Patofisiologi IBS:
Persepsi viseral abnormal
Perubahan fungsi motoris digestif
Disfungsi motoris ekstraintestinal
Abnormalitas sistem saraf otonom
Faktor psikolog : peranan stress kronik sukar digambarkan dan sudah dibahas dengan luas oleh Trulove dan Reinell (1972). Stress akut dapat menyebabkan diare dan hal ini diterima oleh semua ahli.
Pasca disentri : didahului oleh serangan akut diare. Infeksi diare berlangsung terus setelah serangan akut menghilang.
Diet dan infeksi
Faktor makanan : peranan makanan belum jelas diketahui. Namun terdapat konstituen makanan yang belum diketahui yang menyebabkan diare. Kekurangan sayur/buah penting, apabila konstipasi merupakan gejala dominan.
Kadang-kadang didapatkan proktitis ringan. Sementara hal ini merupakan sekunder terhadap konstipasi, atau bersifat primer dan mencetuskan sindrom usus iritabel. Tindakan dengan suppository steroid dapat menolong hal ini.

D . Manifestasi Klinis

D 1. Hirschprung Disease
Dalam beberapa minggu :
Obstruksi Intestinal : distensi abdomen, muntah hijau, konstipasi, dehidrasi, syok, asidosis
Konstipasi kronis  bstruksi intestinal parsial berulang, distensi abdoen, diare
Enterokolitis : diare kronis, muntah, distensi abdomen, demam, sepsis
Gejala pada anak yang lebih besar :
Konstipasi
Perut buncit
Tidak bisa ngeden (karena rectum selalu kosong, maka dari itu tidak ada keinginan untuk BAB)
Malnutrisi
Fekaloma
Pada bayi baru lahir beberapa minggu :
Meconium plug syndrome
Stenosis anus
Premature
Enterokolitis nekrotika
Fisura anus
Pada anak yang lebih dewasa :
Konstipasi : hypertiroid, retardasi mental
Stenosis anus
Tumor anorektal
Fisura anus
Anterior anus

D 2. Irritable Bowel Syndrome
Dari sudut klinik penderita dapat dibagi menjadi 5 grup :
Grup dengan diare sebagai gejala utama. Disini, diare biasanya lama, diperhebat  dengan stress, biasanya tidak membangunkan penderita pada waktu malam, sering terjadi setelah sarapan, dan tidak disertai dengan darah. Hal ini sering disebut sebagai diare neurvosa, sekalipun sebenarnya istilah neurvosa tidak pada tempatnya.
Grup dengan konstipasi sebagai gejala utama. Tinja kecil dan keras.
Grup dengan nyeri abdominal sebagai gejala utama. Bila tidak disertai diare atau kostipasi, sebab-sebab lain pada nyeri hendaklah disingkirkan. Nyeri hilang dengan infeksi dan flatus. Letak nyeri merupakan nyeri kolon yang tipik. Jarang membangunkan penderita. Derajat penyakit bermacam-macam.
Pada beberapa kasus bisa terdapat sindrom yang mirip dispepsia sehingga dikacaukan dengan ulsera peptik.
Pengeluaran mukus dapat merupakan gambaran yang terutama (dahulu disebut kolitis mukoid).
Tiap penderita memilik satu atau lebih gejala yang predominan. Tapi biasanya beberapa gejala timbul bersamaan. Gambaran lain yang penting termasuk keadaan umum yang selalu baik, penyakit berlangsung pelan dan tidak adanya darah serta riwayat penyakit yang panjang. Sering merupakan sebab gangguan usus sejak masa anak-anak.

Gejalanya terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu :

Tipe kolon spastik
Biasanya dipicu oleh makanan, menyebabkan konstipasi berkala (konstipasi periodik) atau diare disertai nyeri. Kadang konstipasi silih berganti dengan diare. Sering tampak lendir pada tinjanya. Nyeri bisa berupa serangan nyeri tumpul atau kram, biasanya di perut sebelah bawah. Perut terasa kembung, mual, sakit kepala, lemas, depresi, kecemasan dan sulit untuk berkonsentrasi. Buang air besar sering meringankan gejala-gejalanya.

Tipe yang kedua menyebabkan diare tanpa rasa nyeri dan konstipasi yang relatif tanpa rasa nyeri. Diare mulai secara tiba-tiba dan tidak dapat ditahan. Yang khas adalah diare timbul segera setelah makan. Beberapa penderita mengalami perut kembung dan konstipasi dengan disertai sedikit nyeri.

Diagnosis IBS ditentukan berdasarkan kriteria Roma II dan Manning

Kriteria Roma II

Sedikitnya 12 minggu atau lebih (tidak harus berurutan) selama 12 bulan terakhir dengan rasa nyeri atau tidak nyaman di abdomen, disertai dengan adanya 2 dari 3 hal berikut :
Nyeri hilang dengan defekasi
Awal kejadian dihubungkan dengan   perubahan frekuensi defekasi
Awal kejadian dihubungkan dengan adanya perubahan feses
Gejala lain :
Ketidaknormalan frekuensi defekasi
Kelainan bentuk feses
Ketidaknormalan proses defekasi (harus dengan mengejan , inkontinensia defekasi, atau rasa defekasi tidak tuntas)
Adanya mukus/lendir
Kembung

Kriteria Manning

Gejala yang sering didapat :
Feces cair pada saat nyeri
Frekuensi BAB bertambah pada saat nyeri
Nyeri kurang setelah BAB
Tampak abdomen distensi
Gejala tambahan yang sering muncul :
Lendir saat BAB
Perasaan tidak lampias pada saat BAB
Beberapa kondisi IBS menurut subgrupnya :
IBS predominan nyeri perut :
Nyeri di fosa iliaka, tidak dapat dengan tegas menunjukkan lokasi sakitnya
Nyeri dirasakan lebih dari 6 bulan
Nyeri hilang setelah defekasi
Nyeri meningkat jika stress dan selama menstruasi
Nyeri dirasakan persisten jika kambuh terasa lebih sakit
IBS predominan diare
Diare sering pada pagi hari dan sering dengan urgensi
Biasanya disertai rasa sakit dan hilang setelah defekasi
IBS predominan konstipasi
Terutama pada wanita
Defekasi tidak lampias
Biasanya feces disertai lendir tanpa darah
IBS predominan alternatting pattern
Pola defekasi yang berubah-ubah
Sering feces keras di pagi hari diikuti dengan beberapa kali defekasi dan feces menjadi cair pada sore hari
Gejala lain yang sering ditemui :
Rasa penuh pada perut, kembung
Distensi abdomen
Mual dan muntah
Selera makan berkurang
Distress emosional
Depresi


E. Pemeriksaan Diagnostik

E 1. Hirschprung Disease
Pemeriksaan fisik :
I     : KU lemah, perut buncit, tampak gerakan peristaltik usus dan kurus
A   : peristaltik lemah dan jarang
P    : perut lunak sampai tegang
P    : timpani
Pemeriksaan penunjang :
Foto BOF dan barium enema
Akan tampak 3 zone usus, yaitu :
Zone melebar
Zone trasisis (hipoganglion)
Zone menyempit (aganglion)
Anorectal manometry, untuk memeriksa tekanan internal anal spingter
Pemeriksaan patologi anatomi
Biopsi rectal, untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion
Rectal toucher (colok dubur), pada pemeriksaan ini didapatkan tonus spincter ani normal dan ampula rectum kosong.

E 2. Irritable Bowel Syndrome
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk menentukan diagnosis. Akan tetapi untuk mencocokkan hasil anamnesis dan pemeriksaan laboratorium diperlukan pememriksaan laboratorium berupa darah perifer lengkap, biokimia darah, pemeriksaan fungsi hati, pemeriksaan hormon tiroid. Pemeriksaan endoskopi dan foto kontras dilakukan untuk melihat apakah ada inflamasi pada kolon. Klien di atas 50 tahun sebaiknya discan untuk mendeteksi adanya kanker kolon. Biasanya dilakukan pemeriksaan darah, tinja dan sigmoidoskopi, untuk membedakannya dengan penyakit peradangan pada usus dan berbagai kondisi yang menyebabkan nyeri perut dan kebiasaan buang air besar.
Hasil pemeriksaan ini biasanya normal, meskipun tinja lebih encer. Sigmoidoskopi mungkin menyebabkan kejang (spasme) dan nyeri, tetapi hasilnya biasanya normal. Kadang digunakan pemeriksaan lain seperti USG perut. Diperlukan kewaspadaan klinis dan harus disingkirkan sindrom penyakit lain yang punya gejala hampir sama. Pada semua kasus, sigmoidoskopi harus normal, begitu juga enema barium, atau hanya menunjukkan spasme. Bila diare predominan, penyakit seliak, defisiensi laktase, hipertiroidisme dan giardiasis hendaklah disingkirkan, dan bila konstipasi predominan, hipertiroidisme dan keadaan depresi hendaklah disingkirkan.
Pada semua kasus, bermacam-macam sebab karena obat yang menyebabkan diare atau konstipasi hendaklah dicari dengan riwayat yang cermat. Diare yang disebabkan purguratif mungkin menunjukkan pelepasan kalsium yang berat, dan bila karena obat antraquinone, melanosis koli hendaklah dicari dengan sigmoidoskopi. Riwayat pemakaian purguratif sering tidak meyakinkan, dan pemeriksaan obat-obatan hendaklah dicari dengan pemeriksaan urin atau darah yang mungkin merupakan jawaban terhadap gejala klinik yang sulit. Kebanyakan penderita kelainan ini nampak sehat. Pemeriksaan fisik rutin tidak menunjukkan suatu kelainan kecuali adanya nyeri tumpul di daerah usus besar.
Filed Under: Pencernaan — putri_rahza — 8 CommentsAugust 29, 2010


PENANGANAN PENYAKIT HIRSCHSPRUNG



Latar Belakang
 

Penyakit Hirschsprung merupakan gangguan perkembangan sistem saraf enterik dan ditandai dengan tidak ditemukannya sel ganglion pada colon bagian distal sehingga terjadi obstruksi fungsional.

Walaupun penyakit ini pertamakali dijelaskan oleh Ruysch pada tahun 1691 dan dipopulerkan oleh Hirschsprung pada tahun 1886, patofisiologinya belum diketahui hingga pertengahan abad ke 20, ketika Whitehouse dan Kernohan mendapatkan aganglionosis pada usus bagian distal sebagai penyebab obstruksi dalam laporan kasus pasien mereka. Pada tahun 1949, Swenson menjelaskan penatalaksanaan definitif Hirschsprung yaitu dengan rectosigmoidectomy dengan anastomosis colonal. Setelah itu diketahui jenis teknik operasi lainnya, termasuk teknik Duhamel dan Soave. Pada masa kini, adanya kemajuan pada teknik operasi, termasuk prosedur minimal invasif, dan diagnosis dini telah mengurangi mortalitas dan morbiditas pasien dengan penyakit Hirschsprung.



Gambar 1. Gambar colon yang normal pada sebelah kiri dan colon yang mengalami dilatasi pada penyakit Hirschsprung disebelah kanan

Kebanyakan kasus penyakit Hirschsprung sekarang didiagnosis pada masa neonatus. Penyakit Hirschsprung sebaiknya dicurigai jika seorang neonatus tidak mengeluarkan mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran. Walaupun barium enema berguna untuk menegakkan diagnosis, biopsi rektum tetap menjadi gold standard penegakkan diagnosis. Setelah diagnosis dikonfirmasi, penatalaksanaan mendasar adalah untuk membuang jaringan usus yang aganglionik dan untuk membuat anastomosis dengan menyambung rektum bagian distal dengan bagian proksimal usus yang memiliki innervasi yang sehat.

Patofisiologi

Aganglionis kongenital pada usus bagian distal merupakan pengertian penyakit Hirschsprung. Aganglionosis bermula pada anus, yang selalu terkena, dan berlanjut ke arah proximal dengan jarak yang beragam. Pleksus myenterik (Auerbach) dan pleksus submukosal (Meissner) tidak ditemukan, menyebabkan berkurangnya peristaltik usus dan fungsi lainnya. Mekanisme akurat mengenai perkembangan penyakit ini tidak diketahui.

Sel ganglion enterik berasal dari differensiasi sel neuroblast. Selama perkembangan normal, neuroblast dapat ditemukan di usus halus pada minggu ke 7 usia gestasi dan akan sampai ke kolon pada minggu ke 12 usia gestasi. Kemungkinan salah satu etiology Hirschsprung adalah adanya defek pada migrasi sel neuroblast ini dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi neuorblas yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblas dalam bertahan, berpoliferase, atau berdifferensiasi pada segmen aganglionik distal. Distribusi komponen yang tidak proporsional untuk pertumbuhan dan perkembangan neuronal telah terjadi pada usus yang aganglionik, komponen tersebut adalah fibronektin, laminin, neural cell adhesion molecule, dan faktor neurotrophic.

Sebagai tambahan, pengamatan sel otot polos pada kolon aganglionik menunjukkan bahwa bagian tersebut tidak aktif ketika menjalani pemeriksaan elektrofisiologi, hal ini menunjukkan adanya kelainan myogenik pada perkembangan penyakit Hirschspurng. Kelainan pada sel Cajal, sel pacemaker yang menghubungkan antara saraf enterik dan otot polos usus, juga telah dipostulat menjadi faktor penting yang berkontribusi.

Terdapat tiga pleksus neuronal yang menginnervasi usus, pleksus submukosal (Meissner), Intermuskuler (Auerbach), dan pleksus mukosal. Ketiga pleksus ini terintegrasi dan berperan dalam seluruh aspek fungsi usus, termasuk absorbsi, sekresi, motilitas, dan aliran darah.

Motilitas yang normal utamanya dikendalikan oleh neuron intrinsik. Ganglia ini mengendalikan kontraksi dan relaksasi otot polos, dimana relaksasi mendominasi. Fungsi usus telah adekuat tanpa innervasi ekstrinsik. Kendali ekstrinsik utamanya melalui serat kolinergik dan adrenergik. Serat kolinergik ini menyebabkan kontraksi, dan serat adrenergik menyebabkan inhibisi.

Pada pasien dengan penyakit Hirschsprung, sel ganglion tidak ditemukan sehingga kontrol intrinsik menurun, menyebabkan peningkatan kontrol persarafan ekstrinsik. Innervasi dari sistem kolinergik dan adrenergik meningkat 2-3 kali dibandingkan innervasi normal. Sistem adrenergik diduga mendominasi sistem kolinergik, mengakibatkan peningkatan tonus otot polos usus. Dengan hilangnya kendali saraf intrinsik, peningkatan tonus tidak diimbangi dan mengakibatkan ketidakseimbangan kontraktilitas otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi, dan pada akhirnya, obstruksi fugsional

FREKUENSI 

United States

Penyakit Hirschsprung terjadi pada sekitar 1 dari per 5400-7200 kelahiran.

Internasional

Tidak diketahui frekuensi yang tepat untuk seluruh dunia, walaupun beberapa penelitian internasional melaporkan angka kejadian sekitar 1 kasus dari 1500 hingga 7000 kelahiran.

Mortalitas/Morbiditas

* Sekitar 20% bayi akan memiliki abnormalitas yang melibatkan sistem neurologis, kardiovaskuler, urologis, atau gastrointestinal.
* Penyakit Hirschsprung telah diketahui terkait dengan penyakit dibawah ini:
o Syndrome Down
o Syndrom Neurocristopathy
o Waardenburg-Shah syndrome
o Yemenite deaf-blind syndrome
o Piebaldisme
o Goldberg-Shprintzen syndrome
o Multiple endocrine neoplasia type II
o Syndrome central hypoventilation congenital
* Megacolon aganglionik yang tidak diatasi pada masa bayi akan menyebabkan peningkatan mortalitas sebesar 80%. Mortalitas operative pada prosedur intervensi sangat rendah. Bahkan padaUntreated aganglionic megacolon in infancy may result in a mortality rate of as much as 80%.
* Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi yaitu kebocoran anastomose (5%), striktur anastomose (5-10%), obstruksi intestinal (5%), abses pelvis (5), dan infeksi luka (10%). Komplikasi jangka panjang termasuk gejala obstruktif, inkontinensi, konstipasi kronik, dan enterokolitis, komplikasi ini kebanyakan didapatkan pada pasien dengan segmen aganglionik yang panjang. Walaupun kebanyakan pasien akan mendapatkan permasalahan ini setelah operasi, penelitian jangka panjang telah menunjukkan bahw lebih dari 90% anak akan mengalami perbaikan yang bermakna. Pasien dengan segmen aganglionik yang panjang terbukti memiliki outcome yang lebih buruk.

Ras

Penyakit Hirschsprung tidak memiliki predileksi pada ras tertentu.

Jenis Kelamin

Penyakit Hirschsprung lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan, dengan rasio sekitar 4:1. Akan tetapi, segmen aganglionik yang panjang sering ditemukan pada pasien perempuan.

Umur


* Umur dimana pasien didiagnosis memiliki penyakit Hirschsprung semakin menurun sejak satu abad terakhir. Pada awal tahun 1900, usia median yaitu 203 tahun; mulai tahun 1950 hingga 1970, usian median menjadi 206 bulan.
* Saat ini, sekitar 90% pasien dengan penyakit hirschsprung telah dapat didiagnosis pada masa perinatal.

Klinis

Anamnesis
* Sekitar 10% pasien memiliki riwayat penyakit yang sama pada keluarga. Keadaan ini semakin sering ditemukan pada pasien dengan segmen aganglion yang lebih panjang.
* Penyakit Hirschsprung harus dicurigai pada anak yang mengalami keterlambatan dalam mengeluarkan mekonium atau pada anak dengan riwayat konstipasi kronik sejak kelahiran. Gejala lainnya termasuk obstruksi usus dengan muntah empedu, distensi abdominal, nafsu makan menurun, dan pertumbuhan terhambat.
* Ultrasound prenatal yang menunjukkan gambaran adanya obstruksi jarang ditemukan, kecuali pada kasus dengan melibatkan seluruh bagian kolon.
* Anak dengan usia yang lebih tua biasanya memiliki konstipasi kronik sejak kelahiran. Mereka juga dapat menunjukkan adanya penambahan berat badan yang buruk.
* Sekitar 10% anak yang datang dengan diare yang disebabkan oleh enterocolitis, dimana diperkirakan terkait dengan adanya pertumbuhan bakteri akibat stasis. Keadaan ini dapat berkembang menjadi perforasi kolon, yang menyebabkan sepsis.
* Pada penelitian yang melibatkan 259 pasien, Menezes et al melaporkan 57% pasien datang dengan gejala obstruksi intestinal, 30% dengan konstipasi, 11% dengan enterocolitis, dan 2% dengan perforasi intestinal.

Pemeriksaan Fisik

* Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme anus.
* Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan memiliki gambaran serupa dengan pasien Hirschsprung. Pemeriksaan fisik yang saksama dapat membedakan keduanya.
* Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen yang disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan flatus jarang ditemukan

Differensial Diagnosis
- Konstipasi
- Ileus
- Iritable Bowel Syndrome
- Gangguan Motilitas Usus

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
* Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit.
* Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatif.
* Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.

Pemeriksaan Radiologi 
* Foto Polos Abdomen dapat menunjukkan adanya loop usus yang distensi dengan adanya udara dalam rektum
* Barium enema
o Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum memasukkan kontras enema karena hal ini akan mengaburkan gambar pada daerah zona transisi.
o Kateter diletakksan didalam anus, tanpa mengembungkan balon, untuk menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko terjadinya perforasi.
o Foto segera diambil setelah injeksi kontras dan diambil lagi 24 jam kemudian.
o Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal yang mengalami dilatasi merupakan gambara klasi penyakit Hirschsprung. Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit diinterpretasi dan sering kali gagal memperlihatkan zona transisi.
o Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema dilakukan

Pemeriksaan lainnya

Manometri anorektal
o Manometri anorektal mendeteksi refleks relaksasi dari internalsphincter setelah distensi lumen rektal. Refleks inhibitorik normal ini diperkirakan tidak ditemukan pada pasien penyakit Hirschsprung.
o Swenson pertama kai menggunakan pemeriksaan ini. Pada tahun 1960, dilakukan perbaikan akan tetapi kurang disukai karena memiliki banyak keterbatasan. Status fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting. Hasil positif palsu yang telah dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif palsu dilaporkan sebanyak 24% dari kasus.
o Karena keterbatasan ini dan reliabilitas yang dipertanyakan, manometri anorektal jarang digunakan di Amerika Serikat
* Karena malformasi kardiak (2-5%) dan trisomy 21 (5-15%) juga terkait dengan aganglionosis kongenital, pemeriksaan kardiologis dan genetik dianjurkan

Prosedur

Biopsi Rektal 
o Diagnosa definitif Hirschsprung adalah dengan biopsi rektal, yaitu penemuan ketidakberaadan sel ganglion.
o Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsi rektal full-thickness
o Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat tersebut
o Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya perdarahan dan pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia umum selama prosedur in dilakukan.
Simple suction rectal biopsy
o Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologis
o Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus memotong jaringan yang diinginkan.
o Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien.
o Akan tetapi, menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy
o Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hypertrophy sepanjang lamina propria dan muscularis propria pada jaringan.

Penemuan Histologis

Baik pleksus myenteric (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner) tidak ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang mengalami hypertrophy yang terlihat dengan pewarnaan asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina propria dan muscularis propria. Sekarang ini telah terdapat pemeriksaan imunohistokimia dengan calretinin yang juga telah digunakan untuk pemeriksaan histologis usus aganglionik, dan terdapat penelitian yang telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini kemungkinan lebih akurat dibandingkan asetilkolinesterase dalam mendeteksi aganglionosis.

Penatalaksanaan 

Pengobatan medis
Tujuan umum dari pengobatan ini mencakup 3 hal utama: (1) untuk menangani komplikasi dari penyakit Hirschsprung yang tidak terdeteksi, (2) sebagai penatalaksanaan sementara sebelum operasi rekonstruktif definitif dilakukan, dan (3) untuk memperbaiki fungsi usus setelah operasi rekonstruksi.

* Penatalaksanaan komplikasi diarahkan pada penyeimbangan cairan dan elektrolit, menghindari distensi berlebihan, dan mengatasi komplikasi sistemik, seperti sepsis. Maka dari itu, hydrasi intravena, dekompressi nasogastrik, dan jika diindikasikan, pemberian antibiotik intravena memiliki peranan utama dalam penatalaksanaan medis awal.
* Pembersihan kolon, yaitu dengan melakukan irigasi dengan rectal tube berlubang besar dan cairan untuk irigasi.
* Cairan untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan elektrolit.
* Irigasi colon secara rutin dan terapi antibiotik prophylaksis telah menjadi prosedur untuk mengurangi resiko terjadinya enterocolitis.
* Injeksi BOTOX pada sphincter interna terbukti memicu pola pergerakan usus yang normal pada pasien post-operatif.

Penanganan operatif

Penanganan operatif Hirschsprung dimulai dengan diagnosis dini, yang biasanya membutuhkan biopsi rektal full-thickness. Pada umumnya, penatalaksanaan awal yaitu dengan membuat colostomy dan ketika anak bertumbuh dan memiliki berat lebih dari 10kg, operasi definitif dapat dilakukan.

Standart penatalaksanaan ini dikembangkan pada tahun 1950 setelah laporan tingginya angka kebocoran dan striktur pada prosedur tunggal yang dideskripsikan oleh Swenson. Akan tetapi, dengan kemajuan anastesia yang lebih aman dan monitoring hemodinamika yang lebih maju, prosedur penarikan tanpa membuat colostomy semakin sering digunakan. Kontraindikasi untuk prosedur tunggal ini adalah dilatasi maksimal usus bagian proksimal, entercolitis berat, perforasi, malnutrisi, dan ketidakmampuan menentukan zona transisional secara akurat.

Untuk neonatus yang pertama kali ditangani dengan colostomy, mulanya zona transisi diidentifikasi dan colostomy dilakukan pada bagian proksimal area ini. Keberadaan sel ganglion pada lokasi colostomy harus dikonfirmasi dengan biopsi frozen-section. Baik loop atau end-stoma dapat dikerjakan, biasanya tergantung dari preferensi ahli bedah.

Beberapa prosedur definitif telah digunakan, kesemuanya telah memberikan hasil yang sempurna jika dilakukan oleh ahli bedah yang berpengalaman. 3 jenis teknik yang sering digunakan adalah prosedur Swenson, Duhamel, dan Soave. Apapun teknik yang dilakukan, pembersihan kolon sebelum operasi definitif sangat penting.

* Prosedur Swenson 
o Prosedur Swenson merupakan teknik definitif pertama yang digunakan untuk menangani penyakit Hirschsprung
o Segmen aganglionik direseksi hingga kolon sigmoid kemudian anastomosis oblique dilakukan antara kolon normal dengan rektum bagian distal
Prosedur Duhamel
o Prosedur Duhamel pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson
o Poin utamanya adalah pendekatan retrorektal digunakan dan beberapa bagian rektum yang aganglionik dipertahankan.
o Usus aganglionik direseksi hingga ke bagian rektum dan rektum dijahit. Usus bagian proksimal kemudian diposisikan pada ruang retrorektal (diantara rektum dan sakrum), kemudian end-to-side anastomosis dilakukan pada rektum yang tersisa
Prosedur Soave 
o Prosedur Soave diperkenalkan pada tahun 1960, intinya adalah membuang mukosa dan submukosa dari rektum dan menarik usus ganglionik ke arah ujung muskuler rektum aganglionik.
o Awalnya, operasi ini tidak termasuk anastomosis formal, tergantung dari pembentukan jaringan parut antara segmen yang ditarik dan usus yang aganglionik. Prosedur ini kemudian dimodifikasi oleh Boley dengan membuat anastomosis primer pada anus.
Myomectomy anorectal 
o Untuk anak dengan penyakit Hirschsprung dengan segmen yang sangat pendek, membuang sedikit bagian midline posterior rektal merupakan alternatif operasi lainnya
o Prosedur ini membuang 1 cm dinding rektal ekstramukosal yang bermula sekitar proksimal garis dentate.
o Mukosa dan submukosa dipertahankan dan ditutup.
* Pendekatan laparaskopik sebagai penatalaksanaan penyakit Hirschsprung pertama kali dideskripsikan pada tahun 1999 oleh Georgeson. Zona transisi ditentukan awalnya ditentukan secara laparaskopik, diikuti dengan mobilisasi rektum dibawah peritoneal. Mukosa transanal diseksi dilakukan, diikuti dengan mengeluarkan rektum melalui anus dan anastomosis. Hasil fungsional sepertinya sama dengan teknik terbuka berdasarkan hasil jangka pendek

Diet
* Makanan berserat tinggi dan mengandung buah-buahan segar dapat mengoptimalkan fungsi usus post-operatif pada beberapa pasien.

Aktivitas

Batasi aktivitas fisik selama sekitar 6 minggu untuk penyembuhan luka secara baik

Medikasi

Tujuan dari farmakoterapi untuk mengeradiksi infeksi, mengurangi morbiditas, dan mengurangi komplikasi.

Antibiotik

Terapi antimikroba harus komprehensif dan mencakup seluruh patogen terkait dengan keadaan klinis. Pemilihan antibiotik juga sebaiknya dipandu oleh tes kultur darah dan sensitivitas.




PENANGANAN IRRITABLE BOWEL SYNDROME ( IBS ) 


Referensi Praktis Irritable Bowel Syndrome (IBS)

Definisi IBS:
Kumpulan gejala disfungsi saluran cerna, tanpa kelainan organik, tidak ada tes diagnostik yang positif, diagnosis atas dasar gambaran klinik. 

Etiologi dan patofisiologi IBS:
1.Persepsi viseral abnormal
2.Perubahan fungsi motoris digestif
3.Disfungsi motoris ekstraintestinal
4.Abnormalitas sistem saraf otonom
5.Faktor psikologi
6.Diet dan infeksi

Gejala IBS:
1. Gejala kronis berulang, seperti: 
a.nyeri abdominal, 
b.perubahan fungsi bowel, 
c.tergesa-gesa untuk defekasi, 
d.kembung, 
e.rasa tidak puas setelah defekasi.
2. Tidak ada abnormalitas secara struktural maupun biokimiawi.

Keluhan pasien dengan IBS:
1.nyeri perut
2.distensi
3.gangguan defekasi (diare/konstipasi)
4.keluhan saluran cerna atas
5.keluhan non-gastrointestinal

Pemeriksaan fisik IBS:
1.Dapat menyingkirkan penyakit organik
2.Kolon sering teraba dan nyeri di fossa iliaca sinistra
3.Nyeri saat rectal toucher
4.Pada beberapa pasien terdengar borborygmi
5.Tidak ada tanda fisik yang spesifik

Dasar diagnosis IBS:
1.Nyeri perut berhubungan dengan gangguan defekasi
2.Nyeri perut hilang dengan defekasi
3.Feses lembek atau lebih sering
4.Perasaan defekasi tidak selesai (ada sisa)
5.Keluar mukus per rektum
6.Distensi perut tampak nyata
7.Sigmoidoskopi dan lab. rutin dapat menyingkirkan penyebab organik
8.Kriteria Manning atau ROME II (bandingkan dengan kriteria ROME III dari jurnal di internet tahun 2007 – penulis)

Penanganan IBS:
1.Diagnosis yang akurat
2.Disertai penjelasan dan pengertian
3.Terapi yang efektif melalui pndekatan farmakoterapi, antara lain: smooth muscle relaxants, dimana didapatkan keseluruhan efikasinya sebesar 63%, pengurangan nyeri 45%, dan pengurangan konstipasi 60%. 

Terapi IBS yang ideal:
1.mengurangi spasme
2.mengurangi distensi abdominal
3.mengurangi hipersekresi
4.bersifat analgesik

Terapi IBS:
1.Perawatan psikologis dan suportif
2.Diet
3.Pengobatan seperti: laxative, antidiare, prokinetik, antagonis reseptor HT-3 selektif, SSRI (selective-serotonin reuptake inhibitor), antispasmodik. 

Contoh obat IBS:
Spasmomen® (Otilonium bromide), mekanisme kerjanya:
1.bekerja pada pergerakan Ca++ dari intra dan ekstrasel,
2.memblok saluran Ca++ pada ikatan reseptor muskarinik dan reseptor takikinin neurokinin-2. 

Diagnosis banding IBS:
1.Ulkus peptikum
2.Intoleransi laktosa
3.Pankreatitis kronik
4.Penyakit inflamasi usus besar (bowel inflammation diseases)
5.dll.

Catatan:
1. IBS paling sering dijumpai oleh gastroenterologist. 
2. Fakta menunjukkan bahwa pada 20% pasien sehat ditemukan IBS. 

Sumber: Konferensi Kerja Nasional PAPDI-X dan Pertemuan Ilmiah Ilmu Penyakit Dalam, 29 April – 1 Mei 2005 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.


Galeri  Hirschprung :























































Galeri Irritable Bowel Syndrome :



































































sosmed

Google+ Follow Twitter Add Facebook RSS FEED

Blog Archive

BIO INFO

MIKROBA PENGURAI adalah mahluk bersel satu yang hidup di sekitar kita.sebagian orang menyebutnya bakteri tanah,sebab hidupnya memang di dalam tana,juga di dalam septictank kita.
keberadaannya sangat diperlukan,karena mikroba tersebut bertugas menguraikan sisa-sisa bahan organik(tinja,sampahbangkai,limbah)menjadi zat/partikel yang aman bagi lingkungan.
bayangkan apa jadinya bumi ini jika tidak ada mikroba pengurai?sampah dan bangkai bertumpuk disekitar kita,menebarkan bau busuk dan wabah penyakit merajalela


Hal yang harus di perhatikan ;
-jangan memnasukan benda plastik,karet ,filter roko,kertas dll.kedalam closet sebab benda-benda tersebut sulit/tak dapat di uraikanoleh mikroba pengurai.
-jangan tuangkan karbol,lysol kedalam closet sebab bersifat anti-septic(mematikan bakteri,termasuk mematikan mikroba penghancur yang ada di dalam septictank)sehingga septicteank cepat penuh dan bau.